budayaaceh.com, Banda Aceh - Cahaya rembulan menerangi langit malam di atas pesisir Aceh, nelayan-nelayan mulai menaruh harapan di keheningan malam agar saat Kembali ke daratan ada hasil yang bisa dibawa pulang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan kepada hambanya, atas hasil laut yang melimpah serta doa untuk keselamatan para nelayan saat melaut. masyarakat pesisir sering kali melaksanakan kegiatan Khanduri Laot (Kenduri Laut).
Secara bahasa, Khanduri berarti perjamuan makan untuk memperingati peristiwa atau memohon berkah, dan Laot berarti laut. Tradisi ini merupakan perwujudan kearifan lokal yang menggabungkan nilai-nilai agama, sosial, dan budaya masyarakat nelayan Aceh.
Sejarah dan Perkembangan
Masa Pra-Islam, tradisi ini sudah ada sejak zaman nenek moyang sebelum Islam masuk ke Aceh. Konon dulunya, ritual ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur kepada penguasa lautan.
Setelah Islam berkembang, tradisi ini mengalami asimilasi budaya. Fokus utama ritual bergeser menjadi bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dan permohonan doa keselamatan.
Pelaksanaan dan Pantangan
Kegiatan Khanduri Laot biasanya digelar satu tahun sekali atau sesuai kesepakatan lembaga adat. Beberapa daerah melaksanakannya pada bulan-bulan tertentu seperti bulan Rajab.
Dalam pelaksanaannya, tradisi ini dipimpin dan diatur oleh Panglima Laot (Panglima Laut) yang merupakan pemilik wewenang dari lembaga adat atas hukum adat laut dan pengaturan aktivitas nelayan di Aceh.
Sementara itu ada juga pantangan melaut bagi nelayan selama tiga hari berturut-turut saat akan berlangsungnya pelaksanaan kegiatan sakral tersebut. Selain makan bersama, acara ini sering diisi dengan santunan kepada anak yatim dan doa bersama dipimpin oleh tokoh agama setempat. (Admin)