budayaaceh.com, Banda Aceh - Membahas tentang tradisi budaya Aceh tidak ada habisnya, salah satu keunikan yang ada di sudut perkampungan Aceh saat memasuki pertengahan bulan sya'ban, saat sang rembulan nyaris purnama di langit Tanah Rencong. Tradisi itu adalah Khanduri Beureuat (kenduri saat pertengahan bulan sya'ban), menyambut datangnya malam Nisfu Sya'ban.

Asap mulai mengemupul di dapur warga, pertanda hidangan sudah mulai dimasak. Saat semuanya dinilai sempurna, barulah hidangan tersebut dimasukkan kedalam sebuah tempat khusus yang terbalut rapi untuk dibawa ke Meunasah/Masjid di sekitar rumah mereka.

Suara telapak kaki, bahkan suara kanelpot kendaraan terdengar ramai didekat pintu gerbang tempat ibadah. Inilah tiba waktunya berkumpul dan menyambut pelaksanaan tradisi Khanduri Beureuat yang sakral bagi masyarakat Aceh. Hidangan demi hidangan tersusun rapi, doa dan zikir mulai terdengar syahdu. Hal ini merupakan sebagai penanda bahwa ini sudah masuk kepada pelaksanaan kegiatan inti.

Merajut Kebersamaan dalam Seutas Idang
Keunikan Khanduri Beureuat terletak pada nilai egaliter (persamaan derajat atau kesetaraannya). Di atas hamparan permadani Meunasah/Masjid, tidak ada sekat kelas sosial. Pejabat gampong duduk berdampingan dengan warga lainnya, menyantap hidangan yang dibawa dari rumah masing-masing untuk dinikmati bersama.

Seiring perkembangan zaman, tradisi ini juga menjadi benteng sosial di tengah arus modernisasi. Di beberapa daerah di Aceh, kenduri tersebut tetap menjadi ajang silaturahmi paling efektif untuk merekatkan hubungan antar warga.

Bagi masyarakat Aceh, menjaga tradisi Khanduri Beureuat adalah menjaga identitas. Sebagai salah satu warisan budaya tak benda yang telah diakui, tradisi ini membuktikan bahwa agama dan adat bisa berjalan beriringan.(Admin)