Tingkatan Data | : | - |
Tahun pendataan | : | 10 October 2024 |
Tahun verifikasi dan validasi | : | 19 October 2025 |
Tahun penetapan | : | 10 October 2024 |
Sebaran kabupaten/kota | : | Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Simeulue, Kota Banda Aceh, Kota Langsa, Kota Sabang, Kota Subulussalam. |
Entitas kebudayaan | : | WBTB |
Domain WBTb UNESCO | : | Ketrampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional |
Kategori WBTb UNESCO | : | Kuliner |
Nama objek OPK | : | Timphan |
Wilayah atau level administrasi | : | Provinsi |
Kondisi sekarang | : | Masih Bertahan |
Kabupaten/Kota | : | Kota Banda Aceh |
Updaya pelestarian | : | pengembangan, pemanfaatan, perlindungan |
Referensi | : | https://app.dapobud.kemenbud.go.id/rekomendasi/wbtb/9e9a87da-e941-467c-9073-229d52a364da/view |
Tanggal penerimaan formulir | : | 2024-10-10 |
Tempat penerimaan formulir | : | Provinsi |
Nama petugas penerimaan formulir | : | Nurlatifah, S.Sos. |
Nama lembaga | : | - |
Nama lembaga | : | - |
WBTb
Nama Lainnya : Timphan
nomor sertifikat: 2026/Dit.PK/sertifikat/2024 Timphan adalah makanan berupa kue basah khas Aceh. Kue ini masuk dalam kategori kue jajanan pasar yang paling diminati dalam etnis Aceh. Masuk dalam jajaran hidangan para raja atau yang dikenal dengan sebutan Peunajoh Raja. Kualitas rasa timphan yang manis, menjadikannya masuk dalam deretan peunajoh yang dihidangkan untuk tamu-tamu Sultan di Kerajaan Aceh. Keistimewaannya di masa lalu, terbawa hingga di masa sekarang. Timphan hingga sekarang menjadi salah satu panganan istimewa dalam banyak upacara adat, seperti adat perkawinan, syukuran, sunatan, perayaan Maulid Nabi hingga lebaran. Dalam sebuah wawancara dengan Ibu azizah, seorang pengusaha catering di Gampong Blang Oi, Banda Aceh, saat ini berusia 43 tahun, dia sendiri belajar membuat Timphan dari ibunya. Ibunya pun menyampaikan bahwa dirinya dulu suka sekali Timphan buatan neneknya. Karena Timphan buatan ibu dan neneknya memiliki ciri khas berbeda dalam hal penggunaan inti. Ibunya membuat inti serikaya, sementara neneknya membuat inti kelapa dan gula karamel. Namun keduanya sama-sama menjadi kue favorit keluarga. Timphan pada dasarnya adalah simbol adat yang dimaknai sebagai pengikat hubungan silaturrahmi. Makanan kecil ini terbuat dari beras ketan yang ditumbuk hingga menjadi tepung. Perlu diketahui bahwa dahulu menjelang masuknya bulan Ramadhan, ureung Aceh punya kebiasaan menumbuk bersama untuk persiapan memasak selama Ramadhan hingga hari raya. Mereka membuat tepung beras, tepung ketan, dan bubuk berbagai jenis rempah dengan menggunakan jeungki (alat penumbuk khas Aceh). Beras ketan yang dicampur pisang diberi air ini termasuk adonan yang sangat lengket. Bahkan keahlian seorang pembuat timphan itu diuji dari adonan yang dia hasilkan. Hanya seorang yang terampil dan berpengalaman yang mampu membuat adonan timphan yang lengket itu menjadi mudah lepas dari daun pisang pembungkusnya saat adonan tersebut matang dan dinikmati. Pembuat pemula hampir selalu diuji kesabarannya dengan adonan yang lengket itu. Namun lengketnya adonan timphan adalah simbol merekatkan hubungan antara si pemberi dan penikmat timphan. Ketika timphan dipilih menjadi kue hantaran untuk seseorang maka itu menandakan bahwa pemberi ingin merekatkan hubungan mereka dalam keluarga, persahabatan, petemanan, jiran-tetangga, dan sebagainya. Itulah sebabnya timphan sering menjadi pilihan sebagai kue hantaran di berbagai upacara adat dan kesempatan selain cita rasanya yang juga istimewa. Di antara banyak inovasi dan modifikasi timphan belakangan ini, Timphan Asoe Kaya adalah warisan turun temurun yang tidak pernah sepi peminat. Asoe kaya adalah isian timphan rasa serikaya. Adonan tepung beras yang gurih berpadu dengan inti serikaya yang manis lembut seperti selai yang creamy menjadikannya paduan rasa yang nikmat. Sama halnya dengan saat berkunjung, bersilaturrahmi, bergaul dan berbincang-bincang, yang lebih penting adalah ucapan yang baik. Manisnya asoe kaya adalah simbol manisnya sikap, perbuatan dan ucapan. Bila itu baik maka eratnya silaturrahmi akan terjaga dalam waktu yang panjang dan semakin panjang. Namun sebagai komoditas ekonomi budaya, timphan sudah dimodifikasi dengan bahan lain seperti timphan labu, timphan ubi (singkong), timphan ketela, nangka dan sebagainya. Begitu pula dengan inti timphan muncul pilihan isian kelapa dan gula karamel, daging, dan lain-lain. Bagaimanapun adonan dan inti yang dimodifikasi, timphan pasti beradonan dan cita rasa yang menjadi identitasnya: lengket, gurih-manis, dibungkus pucuk daun pisang, berukuran 2x gigitan, rasa lembut. Hadih maja menyebutkan: Uroe get buleuen get Timphan mak peuget Beumeteumee rasa Artinya: Hari baik bulan baik Timphan yang ibu buat Harus dapat dirasa Hadih maja atau pepatah Aceh ini menunjukkan bahwa timphan sejak dahulu merupakan simbol kerinduan anak terhadap kasih saying ibunya. Timphan biasanya dibuat oleh ibu dengan harapan bahwa anaknya yang dirantau akan segera tiba berlebaran di kampung halaman. Makanan manis adalah suguhan terbaik untuk mengobati rindu keduanya. Oleh sebab itu menjelang lebaran, hadih maja ini sering muncul untuk memastikan perantau untuk segera pulang melepas rindu. Selain itu, timphan juga merupakan pilihan utama untuk dijadikan hantaran bagi pengantin baru pada lebaran pertama berstatus menikah mengunjungi sanak famili seperti keluarga wali dan keluarga lainnya kedua belah pihak. Karena dalam budaya Aceh, adalah kewajiban memperkenalkan dan mendekatkan pasangannya kepada keluarga pasangannya, salah satunya adalah dilebaran pertama pasca-menikah dan resepsi pernikahannya pun sudah digelar. Ini menunjukkan bahwa timphan memiliki makna yang mendalam dalam budaya etnis Aceh terutama di kawasan Kuta Raja dan di pesisir timur Aceh.