| Tingkatan Data | : | Provinsi |
| Tahun pendataan | : | 01 January 2014 |
| Tahun verifikasi dan validasi | : | 01 January 2014 |
| Tahun penetapan | : | 10 October 2024 |
| Sebaran kabupaten/kota | : | Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Gayo Lues. |
| Entitas kebudayaan | : | WBTB |
| Domain WBTb UNESCO | : | Ketrampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional |
| Kategori WBTb UNESCO | : | Upacara/Ritus |
| Nama objek OPK | : | Canang Kayu |
| Wilayah atau level administrasi | : | Provinsi |
| Kondisi sekarang | : | Terancam Punah |
| Kabupaten/Kota | : | Kabupaten Aceh Tengah |
| Updaya pelestarian | : | - |
| Referensi | : | - |
| Tanggal penerimaan formulir | : | - |
| Tempat penerimaan formulir | : | - |
| Nama petugas penerimaan formulir | : | - |
| Nama lembaga | : | - |
| Nama lembaga | : | - |
WBTb
Nama Lainnya : Teganing
Suku Gayo juga memiliki adat istiadat dan kebudayaan yang berbeda-beda dengan suku Aceh yang pada umumnya menghuni daerah pesisir Aceh. Sebagai suatu suku yang jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan jumlah kesenian yang dimilikinya, tercermin bahwa suku ini mempunyai perhatian yang tinggi terhadap kesenian. Seperti halnya dengan suku-suku yang lain di nusantara ini, maka suku Gayo termasuk juga suku yang berjiwa seni. Pada bidang seni musik suku Gayo memiliki sejumlah alat musik pukul, antara lain Teganing, Canang, Gong, Rebana atau Gegedem. Salah satu alat musik pukul tradisional yang memerlukan perhatian dan pelestarian adalah Teganing. Alat musik ini merupakan warisan budaya yang mulai kurang diminati oleh generasi muda saat ini. Selain dikarenakan pengaruh musik dari luar dan modern, kurangnya minat generasi muda terhadap alat musik ini disebabkan oleh berkurangnya pembuatan Teganing saat ini. Pengertian Teganing Teganing adalah alat musik tradisional yang berasal dari daerah Gayo, Kabupaten Aceh Tengah. Teganing terbuat dar i seruas bambu. Alat musik ini termasuk dalam alat musik sitar tabung (idiokordofon), yaitu instrumen yang senarnya terbuat dari bagian alat musik itu sendiri. Alat ini biasanya memiliki tiga atau empat senar yang merupakan bagian dari bambu itu sendiri. Teganing dimainkan dengan cara memukul senar- senar tersebut menggunakan peguel (stick) dengan tangan kanan dan kiri secara bergantian, tetapi bisa juga secara bersamaan memukul badan Teganing. Perkembangan Teganing Sejak zaman dahulu Teganing sudah dimainkan oleh masyarakat Gayo. Secara tradisi, Teganing acap kali dimainkan oleh kaum hawa suku Gayo. Kebiasaan Beberu (anak gadis) beteganing di serami/lepo rumah adat Gayo(teras rumah atas) untuk bergembira di waktu sore. Teganing mereka gunakan untuk mengiringi lagu Gayo yang didendangkan. Alat musik ini jarang dimainkan oleh kaum lelaki. Dahulu Teganing juga digunakan oleh Anan (nenek) dan Ine (Ibu) Gayo untuk mengisi waktu senggang sambil menjaga jemuran padi, berladang, atau ke sawah. Kabupaten Aceh Tengah V Teganing juga dimainkan saat beristirahat atau sambil menganyam tikar (munayu). Biasanya, para gadis dan ibu-ibu memadukan alat musik ini dengan pukulan Canang, Gong, serta Gegedèm (sejenis rebana). Dahulu alat musik tradisional ini dimainkan untuk menemani aktivitas seharihari mereka sehingga dapat menghilangkan kejenuhan dan menghibur diri di waktu senggang. Selain sebagai alat musik, Teganing juga digunakan untuk memanggil orang dari kejauhan. Cara memainkannya pun dengan irama khusus yang disebut mutalu. Namun seiring dengan perkembangan jaman, sudah jarang terlihat beberu maupun anan/ine memainkan Teganing sambil menunggui jemuran padi di kampung-kampung. Alat musik ini kini telah berkembang dari alat menghibur diri menjadi sebuah seni pertunjukan. Teganing dimainkan berkelompok dan menjadi di beberapa hajatan mujelesen (Khitanan), sinte mengerje (resepsi pernikahan). Saat ini alat musik Teganing hanya dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional Gayo, atau berbagai acara sosial masyarakat, dan festival. Aspek Sejarah Dahulu di Kabupaten Aceh Tengah, Bambu merupakan bahan baku utama bagi suku Gayo dalam membangun rumah dan pembuatan berbagai peralatan untuk besawah, memancing, berladang, peralatan rumah tangga, dan sebagainya. Jika bambu-bambu ini sudah dipakai untuk peralatan tersebut dan terdapat bambu sisa maka bambu sisa ini dijadikan sebagai alat musik. Dari sinilah lahirnya alat musik tradisional Teganing. Awalnya, menurut tetua pada jaman dahulu, Teganing tidak memiliki Kekepak (senar), hanya berupa potongan bambu polos yang dipukul dengan sesuatu. Seiring perkembangannya, pemain teganing menambahkan Kekepak (senar) yang dicungkil dari badan bambu itu sendiri untuk menghasilkan variasi irama dan menyesuaikan iramanya dengan alat musik lain seperti canang, memong, dan gong. Ketiga alat musik itu sering dimainkan bersama Teganing. Seiring waktu Teganing menjadi alat musik tradisional yang menjadi bagian dari identitas kesenian suku Gayo. Teganing dibuat oleh kaum lelaki Gayo untuk kemudian diberikan pada kaum hawa agar menjadi hiburan bagi mereka di waktu-waktu senggangnya. Disini dapat dimaknai adanya nilai kekeluargaan dari pembuatan alat musik ini. Saat seorang ayah menghadiahkan teganing kepada beberunya atau seorang anak atau cucu membuatkan Teganing untuk anan/inenya. Proses Pembuatan Teganing Alat musik ini terbuat dari bambu dengan panjang sekitar 1-1,10 m dan diameter 0,15 m. Suara atau bunyi yang dihasilkan berasal dari pukulan stik pada senar sehingga menggetarkan badannya. Teganing tergolong alat musik pukul atau perkusi sekaligus idiophone, yang sumber bunyinya berasal dari getaran pada badan instrumen itu sendiri saat dipukul-pukul dengan tangan atau lain. Proses pembuatan Teganing dapat memakan waktu kurang lebih dua bulan. Proses pertama adalah mencari dan memilih bahan bambu yang sesuai; yaitu bambu uluh regen yang terletak di lereng gunung dekat mata air. Bambu Regen memiliki ukuran yang tidak terlalu tipis dan tidak terlalu tebal. Dalam satu batang bambu hanya satu ruas yang dapat digunakan untuk membuat Teganing, karena bambunya harus cukup besar dan tua. Kemudian, bambu direndam dengan air bercampur lumpur selama dua minggu. Proses ini diperlukan untuk membuat alat musik ini menjadi tahan lama. Lalu bambu dipotong sesuai ukuran yang diinginkan; ruas diameter 15cm dan panjang sekitar 1-1,20m. Kemudian bambu tersebut dikeringkan, dan dijemur. Selanjutnya bambu tersebut diberi lubang memanjang yang berfungsi sebagai ruang resonansi suara. Kulit terluar bambu dicungkil secara memanjang yang akan berfungsi sebagai tali senar, yang disebut Kekepak. Kulit bambu dicungkil sebanyak 3 sampai 4 buah dan tidak boleh terputus atau terpisah dari bambunya. 3 atau 4 Kekepak ini dimaksudkan untuk menyesuaikan bunyi yang dihasilkan dengan bunyi alat musik yang mengiringinya (Canang, Memong, dan Gong, atau Gegedem). Bambu kemudian diberi pengganjal untuk memisahkan senar dengan badan Teganing, yang berfungsi untuk memberikan ketegangan pada senar dan bisa menimbulkan getaran. Ujung kanan dan kiri bambu dibuat lubang kecil berdiameter 3cm. Lalu badan bambu dihaluskan dengan parang/pisau. kemudian dibuat stik (pegeul) untuk mengetuk Kekepaknya. Aspek Nilai Nilai-nilai yang terdapat pada teganing adalah nilai kemasyarakatan dimana alat ini memiliki fungsi sebagai wahana ekspresi dan hiburan bagi masyarakat di zaman dahulu. Selain itu alat ini juga memiliki nilai konformitas norma sosial saat dimainkan secara berkelompok; yang mana setiap anggotanya harus menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku. Nilai lain dari teganing adalah nilai pendidikan. Fungsi Representasi Simbolik merupakan musik yang dipergunkan sebagai sarana mewujudkan simbol-simbol dari nilai-nilai tradisi dan budaya setempat. Kesenangan, kesedihan, kesetiaan, kepatuhan, penghormatan, rasa bangga, dan rasa memiliki, atau perasaan-perasaan khas mereka disimbolkan melalui musik baik secara sendiri maupun menjadi bagian dari tarian, syair-syair, dan upacara upacara.