| Tingkatan Data | : | Provinsi |
| Tahun pendataan | : | 01 January 2022 |
| Tahun verifikasi dan validasi | : | 01 January 2022 |
| Tahun penetapan | : | 01 January 2022 |
| Sebaran kabupaten/kota | : | Kabupaten Simeulue. |
| Entitas kebudayaan | : | WBTB |
| Domain WBTb UNESCO | : | Pengetahuan dan Kebiasaan Perilaku Mengenai Alam Semesta |
| Kategori WBTb UNESCO | : | Pengetahuan Tradisional |
| Nama objek OPK | : | Smong (Nafi-Nafi) |
| Wilayah atau level administrasi | : | Provinsi |
| Kondisi sekarang | : | Masih Bertahan |
| Kabupaten/Kota | : | Kabupaten Simeulue |
| Updaya pelestarian | : | pengembangan, pemanfaatan, perlindungan, dokumentasi |
| Referensi | : | - |
| Tanggal penerimaan formulir | : | - |
| Tempat penerimaan formulir | : | - |
| Nama petugas penerimaan formulir | : | - |
| Nama lembaga | : | - |
| Nama lembaga | : | - |
WBTb
Nama Lainnya : Smong (Nafi-Nafi)
Smong merupakan istilah lokal dalam masyarakat Simeulue Kabupaten Simeulue untuk menyebutkan fenomena alam berupa gelombang sangat besar yang menghantam daratan atau yang sekarang dikenal dengan sebutan Tsunami. Akan tetapi lebih dari itu Smong tidak hanya sebatas nama, Smong dipahami oleh masyarakat setempat sebagai sebuah pengetahuan dan kearifan tradisional yang ditujukan sebagai media peringatan bahaya yang datang dari laut. Smong disampaikan melalui ‘tutur’ secara turun temurun dari generasi ke generasi melalui cerita, Nanga-Nanga, Sikambang dan Nandong (seni tradisional Simeulue). Pengetahuan Smong inilah yang mengantarkan masyarakat Simeulue dapat meminimalisir jumlah korban jiwa pada peristiwa tsunami pada akhir tahun 2004 lalu. Smong adalah sebuah bentuk pemahaman budaya yang telah mengalami proses pengendapan berpuluh tahun dalam memori kolektif masyarakat Pulau Simeulue. Karena telah menjadi memori kolektif maka smong telah menjadi bagian dari jati diri masyarakat Simeulue. Potongan syair tentang itu dapat ditemukan pada senandung pengantar tidur anak-anak di Pulau Simeulue. Istilah smong dikenal masyarakat Simeulue setelah tragedi tsunami pada hari Jumat, 4 Januari 1907. Gempa disertai tsunami dahsyat yang terjadi di wilayah perairan Simeulue masih pada zaman penjajahan Hindia Belanda. Kejadian tsunami ini tercatat dalam buku Belanda S-Gravenhage, Martinusnijhof, tahun 1916, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Saat itu masyarakat Simeulue belum mengetahui perihal tsunami ini, laut yang tiba-tiba surut pasca gempa menjadi daya tarik bagi masyarakat pesisir pantai, karena ditemukannya banyak ikan-ikan yang terdampar. Sebagian besar penduduk pesisir berlarian ke arah pantai dan berebut ikan-ikan yang terdampar tersebut, namun secara mengejutkan tiba-tiba kemudian datanglah tsunami yang menderu-deru dari arah laut lepas, sebagian besar masyarakat meninggal atas kejadian itu. Dan sebagian yang selamat, menjadi saksi mata atas kejadian smong dan menuturkannya untuk generasi mendatang agar berhati-hati terhadap kejadian serupa.