Loading

Informasi WBTb

Tingkatan Data : Provinsi
Tahun pendataan : 01 January 2022
Tahun verifikasi dan validasi : 01 January 2022
Tahun penetapan : 01 January 2022
Sebaran kabupaten/kota : Kabupaten Aceh Barat.
Entitas kebudayaan : WBTB
Domain WBTb UNESCO : Seni Pertunjukan
Kategori WBTb UNESCO : Seni Tradisional
Nama objek OPK : Sidalupa

Identitas Warisan Budaya Takbenda

Wilayah atau level administrasi : Provinsi
Kondisi sekarang : Sudah Berkurang

Alamat Warisan Budaya Takbenda

Kabupaten/Kota : Kabupaten Aceh Barat

Deskripsi Warisan Budaya Takbenda

Updaya pelestarian : pengembangan, pemanfaatan, perlindungan
Referensi : -

Penerimaan Formulir Warisan Budaya Takbenda

Tanggal penerimaan formulir : -
Tempat penerimaan formulir : -
Nama petugas penerimaan formulir : -

Nama Lembaya Budaya

Nama lembaga : -

Nama SDM Kebudayaan

Nama lembaga : -

Deskripsi Singkat

WBTb

Nama Lainnya : Sidalupa

Di Provinsi Aceh terdapat beberapa jenis teater rakyat, baik yang masih bertahan maupun sudah punah. Baik yang masih terikat sebagai bagian dari ritual, tolak bala, dan festival, maupun yang telah terpisah serta tidak bisa lagi dikenali fungsi awalnya. Sandiwara Gelanggang Labu, Si Dalupa, Biola Mop-mop, dan Mekhanak Ceelok termasuk dalam barisan ini. Si Dalupa merupakan teater rakyat yang berkembang di Aceh Barat, terutama di kecamatan Woyla Barat, Woyla Timur, dan Bubon. Di kabupaten tersebut setidaknya terdapat tiga kelompok kesenian Dalupa. Ciri khas masing-masing kelompok terlihat pada perbedaan kostum yang dikenakan. Teater Dalupa nyaris tanpa dialog. Tempo dan pembabakan permainan tidak ditentukan oleh cerita, melainkan oleh tiupan serune kalee, seperti fungsi alat musik dalam tari. Meskipun jarang terlihat dalam acara-acara serimonial pemerintah ataupun festival kebudayaan di tingkat provinsi, Dalupa disokong secara mandiri oleh masyarakat di kawasan tersebut. Dalupa mengisi panggung-panggung yang dibuat sendiri oleh rakyat yang mayoritas mereka adalah petani. Misalnya sebagai hiburan dalam pesta perkawinan, turun tanah, dan sunat rasul. Undangan untuk kelompok Si Dalupa ramai setelah masa panen. Hari besar Islam, terutama Maulid dan Lebaran, disambut kedatangannya dengan Dalupa. Dukungan ini membuat Dalupa berbeda nasibnya dengan sejumlah teater rakyat yang disebut di atas, lenyap tanpa jejak. Para pemain Si Dalupa menggunakan topeng yang terbuat dari pelepah pohon enau. Untuk kostum mereka menyusunnya dari daun pisang tua, sementara dari kelompok yang berbeda mengenakan kostum yang terbuat dari serabut ijuk. Hasil akhirnya, para pemain terlihat seperti setan, monster, atau hantu. Topeng hampir tidak dikenal dalam masyarakat Aceh. Sementara perwujudan setan, monster, atau hantu sejauh ini tidak pernah terlihat dalam bentuk kesenian tradisional Aceh manapun, kecuali kisah-kisah tersebut muncul dalam cerita rakyat. Dalam khasanah seni pertunjukkan Indonesia, satu-satunya jenis kesenian yang sangat mirip dengan Si Dalupa adalah Baris Memedi atau Keraras yang berasal dari Bali, terpaut hampir 5000 km dari Aceh Barat, yang fungsinya antara lain untuk mengantar roh menuju surga. Namun demikian, Dalupa bukanlah cerita tentang hantu ataupun sarana untuk ritual tertentu. Seorang sumber peneliti (Juli 2018) bercerita bahwa teater ini terilhami dari sebuah cerita tentang dua saudara, Da dan Lupa. Da (abang) berada lama di gunung. Adapun Lupa tinggal di kampung. Pada suatu hari, setelah lama berpisah mereka bertemu kembali. Da turun gunung dan kembali ke kampung sambil memegang pedang. Agar tidak dicemooh oleh penduduk dia memakai topeng dan melakukan penyamaran dengan mengenakan daun pisang. Taktik tentang penyamaran ini penting untuk dipahami, sebab hingga sekarang para pemain Dalupa selalu berganti kostum di tempat gelap dan tersembunyi agar wajah mereka tidak dikenali oleh penonton. Sumber peneliti yang lain, menuturkan bahwa permainan ini telah dimulai sejak zaman kolonial Belanda. Versi ini mengatakan, bahwa asal-usul permainan ini berhubungan erat dengan protes petani yang menolak membayar blasting (pajak). Protes petani tersebut membuat pemerintah murka yang kemudian dijawab dengan ekpedisi militer. Si Dalupa sebagai sebuah pertunjukan seni terbilang sebuah paket lengkap seni budaya Aceh. Di dalam sebuah pertunjukan, para pemain memamerkan banyak seni mulai dari seni teater, parade kisah dari tradisi lisan, juga ada selingan berisi hiem (teka-teki Aceh), peragaan pengobatan tradisional seperti mantra (taweu seumapa), lantunan sya’e (syair Aceh), tari-tarian, permainan rapa’i, geundrang, dan seurunee kalee, hingga pertunjukan Daboh (Debus Aceh). Semuanya dimainkan secara lengkap dengan penyesuaian kisah yang diangkat serta babakan yang diatur sedemikian rupa untuk dapat menghibur penonton. Si Dalupa tidak harus tampil di panggung, Justru biasanya Si Dalupa dapat tampil leluasa di alam terbuka tanpa panggung, sehingga pemain dapat dengan mudah berinteraksi dengan penontonnya. Tidak jarang pula, penonton dilibatkan dalam pertunjukan. Si Dalupa merupakan salah satu dari sedikit seni teater rakyat yang masih bertahan di Aceh yang perlu diakui keberadaannya untuk kemudian dipertahankan dan dilestarikan agar dapat diselamatkan dari ancaman kepunahan, sebelum terlanjur lenyap seperti senit eater rakyat lainnya yang sudah terlanjur lenyap tanpa ada lagi pelakunya.