Loading

Informasi WBTb

Tingkatan Data : Provinsi
Tahun pendataan : 01 January 2015
Tahun verifikasi dan validasi : 01 January 2015
Tahun penetapan : 01 January 2015
Sebaran kabupaten/kota : Kota Banda Aceh.
Entitas kebudayaan : WBTB
Domain WBTb UNESCO : Ketrampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional
Kategori WBTb UNESCO : Keterampilan Tradisional
Nama objek OPK : Pinto Aceh

Identitas Warisan Budaya Takbenda

Wilayah atau level administrasi : Provinsi
Kondisi sekarang : Masih Bertahan

Alamat Warisan Budaya Takbenda

Kabupaten/Kota : -

Deskripsi Warisan Budaya Takbenda

Updaya pelestarian : Dokumentasi, Pendidikan, Pengajaran, Penggunaan Teknologi
Referensi : https://dapobud.kemenbud.go.id/wbtb/

Penerimaan Formulir Warisan Budaya Takbenda

Tanggal penerimaan formulir : -
Tempat penerimaan formulir : -
Nama petugas penerimaan formulir : -

Nama Lembaya Budaya

Nama lembaga : -

Nama SDM Kebudayaan

Nama lembaga : -

Deskripsi Singkat

WBTb

Nama Lainnya : Pinto Aceh

Pinto Aceh diciptakan pada tahun 1935 yang telah menarik perhatian banyak wanita penggemar perhiasan tradisional, baik wanita Aceh maupun orang-orang dari luar Aceh. Sampai sekarang, setiap orang luar Aceh yang berkunjung ke daerah ini hampir dapat dipastikan akan membawa pulang salah satu perhiasan yang bermotif Pinto Aceh. Desain awal diambilkan dari sebuah monumen peninggalan Sultan Iskandar. Untuk mengambil hati masyarakat, Belanda yang telah berhasil menduduki Aceh menyelenggarakan event Pasar Malam atau Sateling pada tahun 1926 di Kutaraja (sekarang Banda Aceh). Salah satu acaranya adalah pameran perhiasan yang diikuti oleh para pengrajin emas dan perak dari seluruh wilayah Aceh. Bagi yang dianggap sebagai penampil terbaik, oleh panitia diberi penghargaan berupa sertifikat. Dari sekian banyak peserta pameran, muncullah nama Mahmud Ibrahim seorang pengrajin emas asal Blang Oi, yang karyanya mampu mengungguli pengrajin lainnya. Dengan prestasi yang dimilikinya itu, Mahmud Ibrahim berhasil memperoleh sertifikat dari penyelenggara pasar malam.Dampak penghargaan itu sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan Mahmud Ibrahim selanjutnya. Nama Mahmud Ibrahim tiba-tiba mencuat menjadi terkenal di seantero negeri, sehingga banyak para pejabat, pembesar dan orang kaya pada masa itu memesan perhiasan hasil karyanya.Dari sekian banyak pemesan, pada tahun 1935 ada seorang petinggi Belanda di Banda Aceh yang berniat untuk memberikan hadiah istimewa kepada isterinya. Kepadanya diminta agar membuat bros dengan mengambil contoh desain yang berasal dari bentuk pintu khop.Pintu Khop adalah peninggalan kraton Aceh yang masih tersisa ketika dibumi hanguskan oleh Belanda. Pintu itu adalah gerbang yang berada di komplek Taman Sari Kraton yang khusus dibuat oleh Sultan Iskandar Muda bagi permaisurinya yang berasal dari Pahang Malaysia, yang letaknya tidak jauh dari bangunan Gunongan yang terkenal itu. Konon pintu tersebut merupakan penghubung antara Taman Sari dengan sungai Daroy yang selalu dilalui oleh permaisuri dan para dayangnya jikalau hendak pergi bercengkerama mandi di sungai. Walau keberadaan Pinto Aceb dalam kelompok perhiasan tradisional sejarahnya masih muda (60 tahun). Namun benda-benda perhiasan bermotif Pinto Aceh telah mendapat kedudukan yang pantas dalam kelompok perhiasan tradisional Aceh yang telah bemsia ratusan tahun. Semulanya motif Pinto Aceh hanya terdapat pada. Jenis bros untuk perhiasan dada si pemakai. Namun ternyata motif Pinto Aceh telah berkembang ke beberapa jenis perhiasan lainnya seperti tusuk, sanggul, gelang, subang, cincin ataupun untuk peniti kehaya. Bahkan motif. ini juga mendapat jatah untuk perhiasan kaum pria karena diciptakan juga jepitan emas untuk dasi yang bermotif Pinto Aceh. Perhiasan yang bermotif Pinto Aceh diambil desainnya dari sebuah monumen peninggalan Sultan Iskan-darmuda yang bernama Pinto Khob. Monumen tersehut yang sekarang di sekitarnya dijadikan taman rekreasi, terletak di tepi sungai (krueng) Daroy, konon dulunya sebagai pintu belakang istana Keraton Aceh khusus untuk keluar masuknya permaisuri Sultan Iskandarmuda beserrta dayang-dayangnya kalau sang permaisuri menuju ke tepian sungai untuk mandi. Sekarang ini taman tersebut diberi nama Taman Putroe Phang (Taman Putri Pahang), nama sang permaisuri. Dari desain gerbang kecil Pintu Khoh itulah diambil motif untuk perhiasan yang bernama Pinto Aceh ini.