Loading

Informasi WBTb

Tingkatan Data : Provinsi
Tahun pendataan : 01 January 2018
Tahun verifikasi dan validasi : 01 January 2018
Tahun penetapan : 01 January 2018
Sebaran kabupaten/kota : Kabupaten Aceh Tenggara.
Entitas kebudayaan : WBTB
Domain WBTb UNESCO : Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Kategori WBTb UNESCO : Upacara / Ritus
Nama objek OPK : Pemamanan

Identitas Warisan Budaya Takbenda

Wilayah atau level administrasi : Provinsi
Kondisi sekarang : Masih Bertahan

Alamat Warisan Budaya Takbenda

Kabupaten/Kota : Kabupaten Aceh Tenggara

Deskripsi Warisan Budaya Takbenda

Updaya pelestarian : Dokumentasi, Pendidikan, Pengajaran, Penggunaan Teknologi
Referensi : https://dapobud.kemenbud.go.id/wbtb/

Penerimaan Formulir Warisan Budaya Takbenda

Tanggal penerimaan formulir : -
Tempat penerimaan formulir : -
Nama petugas penerimaan formulir : -

Nama Lembaya Budaya

Nama lembaga : -

Nama SDM Kebudayaan

Nama lembaga : -

Deskripsi Singkat

WBTb

Nama Lainnya : Pemamanan

Sejumlah orang berpakaian adat Alas menunggang beriringan. Mereka pawai dari ujung jalan yang satu ke ujung jalan satunya lagi, melintasi jalan umum. Mereka terdiri atas anak, kakak/adik, ayah, dan ibu. Pemandangan sekelompok orang menunggang kuda dengan baju adat Alas itu saya amati beberapa waktu lalu, saat berkunjung ke Aceh Tenggara, Kuta cane. Menurut orang setempat, itu bagian dari perhelatan pemamanan, sebuah tradisi di Kutacane yang mayoritas dihuni oleh suku Alas. Istilah pemamanan tidak lepas dari kata “paman” yakni laki-laki dari garis ibu-adik atau kakak ibu. Masyarakat Alas mempercayai paman sebagai penanggung jawab atas perhelatan pesta sunat dan nikah keponakannya. Marwah setiap paman dipertaruhkan untuk kesuksesan pesta tersebut. Memberikan tunggangan kuda kepada anggota keluarga keponakan merupakan bagian dari tradisi pemamanan. Paman-lah yang mencari/menyewa kuda tunggangan untuk dipakai oleh keponakan sekeluarga. Selain memberikan tunggangan kuda, si paman juga bertangung jawab atas segala yang diminta dari pihak ibu keponakannya. Sebagai contoh, Bu Seulanga kebetulan memiliki anak bernama Jeumpa.Tatkala Jeumpa akan menikah, Bu Seulanga menjumpai paman Jeumpa. Kepada paman Jeumpa disampaikan rencana pesta nikah Jeumpa.Tidak lama kemudian, di rumah paman dilangsungkan kenduri sederhana untuk memanggil masyarakat kampung. Paman yang menyampaikan hajat dari keluarga keponakan nya kepada masyarakat kampung. Dalam tradisi ini ada proses pengumpulan uang dari masyarakat kampong sebagai tanda gotong royong dan hidup saling berdampingan. Paman juga bertanggung jawab memenuhi segala keperluan pesta di rumah keponakannya. Ada kalanya, beban yang diberikan kepada seorang paman dilihat dari status pekerjaan si paman. Namun, seorang paman juga harus memahami status keluarga keponakannya. Jika keponakannya anak kepala dinas atau pejabat, tentu acara pesta akan dibuat meriah. Peran paman agak berat. Bisa jadi paman akan dimintai kulkas bahkan sepeda motor untuk keponakan. Terkadang, pihak keluarga langsung melengkapi kebutuhan pesta dan alat rumah tangga si anak. Selepas pesta, catatan keuangan diserahkan kepada paman.Tergantung berapa jumlah paman, jika dua orang berbagi lah mereka berdua. Jika si paman hanya seorang, beban si paman tentu sedikit berat. Beban dan moral Sekilas, tanggung jawab yang dinisbatkan kepada paman akan menjadi beban, baik beban ekonomi maupun beban moral. Beban bagi paman yang ekenomi nya menengah ke bawah, tidak tertutup kemungkinan ia akan berutang ke selingkar demi mengabulkan permintaan ibu keponakannya. Di sini lah martabat paman sangat disanjung-saji. Beban ekonomi sejalan dengan beban moral. Seorang paman yang tidak turut membantu tidak akan ditulis namanya di “buku keluarga” yang menggelar pesta. Berapa pun atau apa pun bentuk sumbangan si paman akan dicatat dalam “buku keluarga”. Di sini moral seorang paman dipertaruhkan. Menurut orang setempat, utang-piutang para paman selepas acara pemamanan sudah menjadi lumrah sejak dulu kala, sejak tradisi pemamanan mulai ada dalam masyarakat Alas. Hanya saja, bentuk pemberian paman berubah disesuaikan tuntutan zaman. Zaman dulu belum ada yang minta kulkas. Seorang paman hanya menyediakan kambing atau lembu.Sekarang, si paman kadang juga harus memberikan kulkas bahkan sepeda motor. Singkatnya, paman adalah tulang punggung setiap keponakannya. Ada ubi ada talas, ada bagi ada balas, begitulah tradisi Alas mengatur semua. Dalam kearifan suku Alas, paman paling dimuliakan. Jika terdengar kabar paman akan berkunjung ke rumah keponakannya, keluarga keponakan sibuk mempersiapkan segala hal sambutan bagi si paman. Semua isi dapur, segala isi karung, segenap isi rumah akan ‘dikeluarkan’ untuk penyambutan paman. Paman lebih dimuliakan dari pada pak cik (adik ayah).Tentu saja hal ini bentuk berbalasan dari pemamanan. Tradisi Alas juga mengenal peninian, yakni pelimpahan tanggung jawab kepada saudara mamak dari ibu yang anaknya akan melangsungkan pesta. Artinya, kakek/nenek si anak dari sebelah ibu. Jika seorang anak tidak memiliki paman, tanggung jawab pesta dibebankan dalam peninian. Jika paman masih ada, acara pemamanan akan berlangsung beriringan dengan peninian. Kendati tugas paman terkesan berat, hal ini sudah menjadi tradisi dan dinikmati oleh suku Alas. Timbang rasa berlaku bagi paman yang bukan suku Alas. Misalnya, seorang perempuan suku Aceh menikah dengan lelaki suku Alas. Si perempuan punya saudara laki-laki, tentu si lelaki menjadi paman. Paman yang seperti ini tidak dituntut pemamanan selayaknya paman yang benar-benar suku Alas. Pemamanan hanya diutamakan kepada paman yang suku Alas, dengan alas an bahwa seorang paman adalah tulang punggung setiap keponakan.