Loading

Informasi WBTb

Tingkatan Data : Provinsi
Tahun pendataan : 01 January 2024
Tahun verifikasi dan validasi : 01 January 2024
Tahun penetapan : 01 January 2024
Sebaran kabupaten/kota : Kabupaten Aceh Barat.
Entitas kebudayaan : WBTB
Domain WBTb UNESCO : Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Kategori WBTb UNESCO : Upacara/Ritus
Nama objek OPK : Malam Boh Gaca

Identitas Warisan Budaya Takbenda

Wilayah atau level administrasi : Provinsi
Kondisi sekarang : Terancam Punah

Alamat Warisan Budaya Takbenda

Kabupaten/Kota : Kabupaten Aceh Barat

Deskripsi Warisan Budaya Takbenda

Updaya pelestarian : perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, pembinaan
Referensi : -

Penerimaan Formulir Warisan Budaya Takbenda

Tanggal penerimaan formulir : -
Tempat penerimaan formulir : -
Nama petugas penerimaan formulir : -

Nama Lembaya Budaya

Nama lembaga : -

Nama SDM Kebudayaan

Nama lembaga : -

Deskripsi Singkat

WBTb

Nama Lainnya : Malam Boh Gaca

Tradisi Malam Boh Gaca (malam memasangkan inai) merupakan bagian prosesi upacara adat perkawinan di Aceh Barat. Boh gaca, sebuah prosesi mewarnai jari tangan dan kaki sudah dilakukan secara turun temurun. Tradisi ini masuk dalam tahap persiapan menjelang akad nikah. Dara baro dipersiapkan agar tampil cantik dan menawan di samping mengisi hati dan benak dara baro dengan hal-hal filosofis yang bermanfaat, menyiapkan mental dara baro untuk menghadapi kehidupan berumah tangga. Malam boh gaca merupakan sarana penyembuh, karena diyakini dapat menyerap racun atau toksin dalam tubuh serta dipercaya sebagai penolak bala dengan harapan agar mempelai dianugerahi kebahagiaan. Dengan memakai gaca calon pengantin akan terlindung dari segala marabahaya selama menghadapi kesibukan perhelatan pernikahan. Lebih dari itu, memakai inai menjadi simbol kehidupan kedua bagi seorang perempuan, setelah dilahirkan sebagai seorang anak, kemudian ia “dilahirkan” menjadi seorang istri untuk mengemban tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Warna merah pada kuku menjadi tanda kepada orang lain bahwa dia sudah berumah tangga sehingga bebas dari gunjingan kalau dia pergi berdua dengan suaminya kemana saja. Prosesi Boh gaca ini biasanya dilaksanakan 3 hari menjelang hari akad nikah, yaitu pada malam hari selama 3 malam berturut-turut. Jadwal malam berinai disampaikan kepada sanak-keluarga, handai-taulan dan tetangga. Mereka biasanya hadir untuk membantu; menyiapkan makanan dan minuman, menghias tempat acara, memastikan kelengkapan adat untuk prosesi boh gaca dan mendandani dara baro agar tampil cantik, juga menyambut tamu yang hadir, mengatur ketertiban selama acara berlangsung agar nyaman untuk semua. Kelengkapan adat untuk prosesi boh gaca yang tempatkan dalam dalong atau talam berkaki yang biasanya digunakan untuk prosesi upacara adat. Sekurang-kurangnya pemilik hajat diharuskan untuk menyediakan beberapa kelengkapan berupa 1 (satu) set perlengkapan peusijuek dan (1) satu perlengkapan boh gaca. Prosesi upacara boh gaca ini dimulai pada malam hari selepas shalat Isya. Setelah dara baro didandani dengan cantik, dara baro didudukkan di tempat duek sandeng (pelaminan pengantin) yang telah disiapkan untuk upacara boh gaca. Acara dimulai dengan peusijuek (tepung tawar); peusijuek bate dan peusijuek dara baro. Peusijuek bate dimulai dengan membaca doa dan harapan para orang tua untuk dara baro. Dalam prosesi boh gaca. Doa dan harapan tertumpah bersama percikan air dalam proses peusijuk bate, menabur beras hingga menitipkan ketan di salah satu sudut atau sela-sela batu. Lalu mengambil sejumput daun inai untuk digiling dalam diam sambil menuang doa dan harapan di dalam hati. Dilanjutkan dengan peusijuek dara baro, menabur kembali beras memercikkan air dan menyuapi secubit buleukat kepada dara baro hingga memakaikan secara simbolik inai ke salah satu jari dara baro, lalu bersalaman sembari menitip pesan ke telinga dara baro. Rangkaian prosesi ini dilakukan dengan khidmat, tidak jarang rangkaian doa dan harapan berakhir mengharu-biru ketika bisikan pesan orang tua ke telinga dara baro menyentuh hingga ke relung hati. Pelukan yang erat, ciuman penuh rasa ikhlas, izin dan restu, seakan tertuang menjadi prosesi yang begitu indah untuk membekali rasa untuk dara baro hingga akhirnya diserahkan kepada keluarga pengantin laki-laki (linto baro). Gaca atau inai yang melekat di jari-jemari dara baro berarti bukan inai biasa. Inai itu simbol kasih sayang para orang tua keluarga dekat dara baro. Batu giling inai itu diletakakkan di atas beberapa lapis kain berbagai jenis, ada sarung dan kain panjang. Hal ini juga merupakan simbol keluarga di mana dara baro selalu diingatkan bahwa sampai kapan pun ia tidak pernah akan terpisahkan dari keluarganya. Tidak hanya keluarga inti saja tetapi juga wali dan karong. Ke mana pun ia kelak pergi bersama suaminya, ia tetap merupakan bagian dari keluarga ayah-ibunya. Yang melakukan prosesi peusijuek itu adalah anggota keluarga inti bersama wali dan karong. Biasanya berjumlah ganjil; 5, 7, 9, dan seterusnya sebanyak keluarga yang berkesempatan hadir saat prosesi berlangsung, diawali oleh Teungku yang sengaja diminta hadir untuk mendoakan atau orang yang dituakan di kampungnya seperti dari tuha peut atau tuha lapan, dilanjutkan oleh ayah dan ibu, baru kemudian anggota keluarga, wali-karong lainnya. Doa dan harapan yang dipanjatkan untuk dara baro, bersama aminnya para handai-taulan dan jiran-tetangga, menuju keluarga sakinah mawaddah warahmah.