Loading

Informasi WBTb

Tingkatan Data : Provinsi
Tahun pendataan : 10 January 2025
Tahun verifikasi dan validasi : 10 February 2025
Tahun penetapan : 10 October 2025
Sebaran kabupaten/kota : Kabupaten Pidie.
Entitas kebudayaan : WBTB
Domain WBTb UNESCO : Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Kategori WBTb UNESCO : Kuliner Aceh
Nama objek OPK : Keureupuk Mulieng

Identitas Warisan Budaya Takbenda

Wilayah atau level administrasi : Provinsi
Kondisi sekarang : Sedang Berkembang

Alamat Warisan Budaya Takbenda

Kabupaten/Kota : Kabupaten Pidie

Deskripsi Warisan Budaya Takbenda

Updaya pelestarian : perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, pembinaan
Referensi : -

Penerimaan Formulir Warisan Budaya Takbenda

Tanggal penerimaan formulir : -
Tempat penerimaan formulir : -
Nama petugas penerimaan formulir : -

Nama Lembaya Budaya

Nama lembaga : -

Nama SDM Kebudayaan

Nama lembaga : -

Deskripsi Singkat

WBTb

Nama Lainnya : Keureupuk Mulieng

Gambaran umum dan kependudukan kabupaten Pidie terletak pada 4,30-4,6 LU dan 95,75-96,20 BT. Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten dalam daerah Provinsi Aceh yang mempunyai luas wilayah 3.086,90 km2 , yang terbagi dalam 23 kecamatan, 713 gampong, 20 kelurahan dan 94 mukim, dengan ibu kota kabupaten yaitu Sigli yang terletak lebih kurang 112 km sebelah Timur ibu kota Provinsi Aceh. Jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Pidie sebanyak 23 kecamatan, Melinjo dengan nama ilmiah Gnetum Gnemon, adalah tanaman tropis yang tumbuh subur di berbagai iklim, di Indonesia khususnya di Kabupaten Pidie, selain tumbuh di perkebunan masyarakat melinjo merupakan tanaman yang tumbuh tersebar di mana-mana, serta banyak ditemukan di tanah-tanah pekarangan penduduk desa maupun penduduk perkotaan. Kerupuk Mulieng atau yang dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan nama Emping Melinjo ini merupakan salah satu produk olahan dari bahan baku biji melinjo dan diproduksi oleh industri rumah tangga dengan para pengrajin didominasi rata-rata oleh para kaum perempuan untuk membantu biaya rumah tangga, kerupuk mulieng menjadi salah satu Hampir diseluruh kecamatan dalam kabupten pidie memiliki produksi Kerupuk Mulieng makanan pelengkap atau makan tambahan khas masyarakat kabupaten Pidie yang sangat terkenal. Kabupaten Pidie dengan ibukota Sigli terkenal dengan sebutan “Kerupuk Mulieng” karena daerah Pidie banyak tersebar pohon melinjo. Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Pidie pada September 2017 lalu, melinjo merupakan jenis tanaman yang memiliki luas tanam yang paling luas di pidie, yaitu 33,075 hektare. Salah satu daerah penghasil kerupuk mulieng ialah Mukim Beureueh yang memimiliki 4 gampong Yaitu Gampong Blang, Gampong Dayah, Gampong Sagoe dan Gampong Pante, yang terletak di Kecamataan Mutiara, Kabupaten Pidie. Usaha industri rumah tangga kerupuk mulieng merupakan salah satu usaha yang ada di Desa Beureueh Kecamataan Mutiara, Kabupaten Pidie yang dapat memberikan pengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah tersebut. Kerupuk Mulieng juga merupakan salah satu komoditi pengolahan hasil pertanian yang memiliki nilai tinggi baik karena rasa yang enak dan harga jual yang relatif mahal. Sebagian besar masyarakat di Beureueh Kecamatan Mutiara memproduksi usaha pangan kerupuk mulieng. Beureueh merupakan sebuah daerah yang banyak disebut orang, bukan saja di Aceh bahkan diluar Aceh. Hal itu disebabkan karena nama daerah tersebut sering disebutkan dalam nama seorang tokoh Aceh yang terkenal sampai keluar negeri yaitu Tgk Muhammad Daud Beureueh. Mukim ini dilalui oleh sebuah jalan kabupaten yang menghubungkan Kota Beureunuen dengan Kecamatan Kembang Tanjong. Berdasarkan sejarah, kerajinan Kerupuk Mulieng awalnya merupakan pekerjaan utama ibu-ibu rumah tangga dan para remaja di Mukim Beureueh. Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh ibu Syamsiah (61 Tahun), Pada awalnya biji melinjo tidak diperjual belikan, hanya biji melinjo yang masih muda digunakan sebagai bahan sayur-sayuran dan yang sudah tua digonseng untuk dimakan oleh anak-anak terutama sekali pada musim hujan. Kemudian pada pertengahan tahun 1960-an biji melinjo yang sudah tua mulai diproses untuk menjadi kerupuk Mulieng (emping melinjo). Pada awalnya tidak di perjual belikan melainkan untuk konsumsi rumah tangga pengrajin, terutama di waktu harga ikan mahal dipasar. Pada mulanya pengrajin kerupuk mulieng di Mukim Beureueh memperoleh bahan baku (Biji Melinjo) dari kampungnya sendiri , kemudian dengan permintaan pasar yang meningkat dan bertambahnya jumlah pengrajin, maka pengrajin Kerupuk Muling yang ada di Mukim tersebut kekurangan bahan baku, olehkarena itu untuk memperoleh bahan baku pengrajin Kerupuk Muling harus mencari dan membeli bahan baku (biji Melinjo ) ke kampung-kampung tetangganya bahkan keluar kecamatan Mutiara. Tetapi sekarang untuk memperoleh bahan baku pengrajin tidak lagi masuk kekampung-kampung untuk mencari biji melinjo melainkan mereka memperoleh dari para Muge-muge atau para pedagang pengumpul Biji Melinjo. Proses produksi emping melinjo di Kabupaten Pidie melibatkan serangkaian tahapan yang rumit namun penting untuk menghasilkan kualitas kerupuk mulieng yang berkualitas, Dengan memanfaatkan keahlian tradisional dan dukungan teknologi yang semakin berkembang, Para pelaku usaha Kerupuk Mulieng ini, baik pelaku usaha kecil hingga menengah yang fokus pada produksi Kerupuk Mulieng berkualitas tinggi. Selain menciptakan produk yang bermutu, mereka juga berusaha melestarikan warisan lokal dan memberdayakan masyarakat setempat melalui pelatihan dan pekerjaan. Tanaman melinjo sudah menjadi ciri khas di pekarangan setiap rumah, khususnya di Kawasan pedesaan Pidie. Bahkan juga di Kawasan kota. Selai itu juga menjadi salah satu oleh-oleh utama dari Pidie dan Aceh. Selain itu Melinjo telah menjadi ikon daerah Pidie. Kabupaten Pidie telah membangun tugu megah yang berdiri di Simpang Kocin, Kabupaten Pidie, dan telah menjadi simbol kebanggaan dan keindahan di kota Emping Melinjo. Dibangun pada tahun 2022 dengan anggaran sekitar 4,7 miliar rupiah, tugu ini menjelma menjadi ikon yang mencerminkan kekayaan sejarah dan keberlanjutan budaya daerah. Tak hanya sekadar monumen, Tugu Keurupuk Mulieng juga mengandung makna mendalam sebagai representasi dari keberanian dan semangat masyarakat Pidie. Desain tugu ini menggambarkan kearifan lokal dan keindahan alam sekitarnya, memberikan identitas yang kuat terhadap warisan kultural di wilayah kabupaten Pidie. Simpang Kocin, tempat tugu berdiri, kini menjadi titik pertemuan yang ramai dikunjungi oleh warga lokal maupun wisatawan. Keberadaan Keurupuk Mulieng memberikan warna baru dalam pemandangan kota, menciptakan atmosfer yang harmonis dan penuh kebanggaan. Dengan nilai sejarah dan keindahannya, Keurupuk Mulieng tak hanya menjadi landmark fisik, tetapi juga cerminan semangat kemajuan dan kebersamaan warga Pidie. Icon ini menjadi saksi bisu perjalanan panjang Kabupaten Pidie, mengukir jejak kejayaan yang akan terus diabadikan dalam ingatan kolektif masyarakat. Keberhasilan industri emping melinjo di Kabupaten Pidie tidak lepas dari dukungan pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat. Program-program pemerintah seperti pelatihan, bantuan modal, dan promosi produk lokal menjadi pendorong utama pertumbuhan industri ini. Pada tingkat masyarakat, kesadaran akan pentingnya mendukung produk lokal dan kegiatan ekonomi lokal turut memperkuat fondasi industri Kerupuk Mulieng. Sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat adalah kunci keberlanjutan dan pertumbuhan ekonomi melalui industri kerajinan Kerupuk Mulieng di Kabupaten Pidie. Usaha kerajinan emping melinjo di Kabupaten Pidie tidak hanya memberikan manfaat bagi para pelaku usaha, tetapi juga bagi masyarakat luas. Penyerapan tenaga kerja lokal menjadi salah satu dampak positif yang terlihat secara langsung. Selain itu, peningkatan pendapatan bagi petani melinjo, pengrajin emping, dan pedagang di pasar tradisional membantu meningkatkan daya beli masyarakat secara keseluruhan. Dalam jangka panjang, hal ini dapat merangsang pertumbuhan ekonomi lokal secara berkelanjutan.