Loading

Informasi WBTb

Tingkatan Data : Provinsi
Tahun pendataan : 01 January 2022
Tahun verifikasi dan validasi : 01 January 2022
Tahun penetapan : 01 January 2022
Sebaran kabupaten/kota : Kabupaten Aceh Tamiang.
Entitas kebudayaan : WBTB
Domain WBTb UNESCO : Pengetahuan dan Kebiasaan Perilaku Mengenai Alam Semesta
Kategori WBTb UNESCO : Kebiasaan Tradisional
Nama objek OPK : -

Identitas Warisan Budaya Takbenda

Wilayah atau level administrasi : Provinsi
Kondisi sekarang : Masih Bertahan

Alamat Warisan Budaya Takbenda

Kabupaten/Kota : Kabupaten Aceh Tamiang

Deskripsi Warisan Budaya Takbenda

Updaya pelestarian : Perlindungan, Pelestarian, Pemanfaatan
Referensi : -

Penerimaan Formulir Warisan Budaya Takbenda

Tanggal penerimaan formulir : -
Tempat penerimaan formulir : -
Nama petugas penerimaan formulir : -

Nama Lembaya Budaya

Nama lembaga : -

Nama SDM Kebudayaan

Nama lembaga : -

Deskripsi Singkat

WBTb

Nama Lainnya : Dendang Lebah

Dalam masyarakat Melayu Tamiang, mantra atau dikenal juga sebagai denden (berdenden/berdendang) adalah jenis pengucapan yang terdengar seperti puisi yang mengandung unsur sihir dan ditujukan untuk mempengaruhi atau mengontrol sesuatu hal untuk memenuhi keinginan penuturnya. Mantra merupakan pilihan kata-kata yang dibaca untuk melalukan sesuatu secara kebatinan. Dendang lebah adalah salah satu mantra yang terdapat dalam kebudayaan Melayu, khususnya etnis Melayu yang berada di Tamiang. Dendang lebah ini digunakan untuk mengambil madu lebah di pohon kayu Tualang. Ada 2 (dua) dendang yang terdapat dalam prosesi pengambilan madu pada masyarakat Melayu Tamiang, yaitu mantra untuk pohon kayu tualang dan mantra untuk mengambil madu. Keberadaan hutan alam bagi masyarakat Melayu Tamiang sangat penting. Sebagian dari mereka menggantungkan hidup dari hasil mengambil madu dari atas pohon Tualang. Pohon Tualang yaitu pohon yang tinggi besar dan tempat yang disenangi lebah hutan untuk bersarang dibandingkan dengan pohon-pohon yang lain. Di Tamiang pengambilan madu lebah dapat dilakukan setahun sekali, yaitu pada bulan april. Pengambilan madu dilakukan pada malam hari di saat bulan gelap. Prosesnya pun dilakukan menggunakan peralatan tradisional. Dengan syarat tidak boleh ada api dan tampak bayangan, mereka meyakini jika tampak bayangan maka pemanjat bisa jatuh. Peralatan yang dibutuhkan antara lain: 1. Timba/ ember berfungsi untuk menampung dan menurunkan madu. 2. Patin secukupnya (bambu yang telah diruncingkan ujungnya sebesar jari telunjuk panjangnya ± 10 cm di tancapkan di pohon tualang menyerupai anak tangga) berfungsi untuk tempat memijak kaki. 3. Tunam (batang sirih hutan yang diikat dan dibakar untuk mendapatkan bara api) berfungsi untuk mengusir lebah 4. Lampu kecil atau teplok berfungsi untuk penerangan di bawah. 5. Tali panjang berfungsi untuk mengikat timba yang berisi madu Proses mengambil madu lebah ini dipimpin oleh Pawang Tuhe (pawang tua/ kepala pawang) dan dibantu oleh juru panjat lainnya disebut juga pawang mude. Proses pengambilan madu lebah sebagai berikut: Denden lebah ini digunakan untuk mengambil madu lebah di pohon kayu Tualang. Ada 2 (dua) dendang yang terdapat dalam prosesi pengambilan madu pada masyarakat Melayu Tamiang, yaitu mantra untuk pohon kayu tualang dan mantra untuk mengambil madu. Keberadaan hutan alam bagi masyarakat Melayu Tamiang sangat penting.