Loading

Informasi WBTb

Tingkatan Data : Provinsi
Tahun pendataan : 01 January 2024
Tahun verifikasi dan validasi : 01 January 2025
Tahun penetapan : 10 October 2025
Sebaran kabupaten/kota : Kabupaten Simeulue.
Entitas kebudayaan : WBTB
Domain WBTb UNESCO : Tradisi dan Ekspresi Lisan
Kategori WBTb UNESCO : Tradisi Lisan
Nama objek OPK : -

Identitas Warisan Budaya Takbenda

Wilayah atau level administrasi : Provinsi
Kondisi sekarang : Terancam Punah

Alamat Warisan Budaya Takbenda

Kabupaten/Kota : Kabupaten Simeulue

Deskripsi Warisan Budaya Takbenda

Updaya pelestarian : Perlindungan, Pemanfaatan
Referensi : https://dapobud.kemenbud.go.id/wbtb

Penerimaan Formulir Warisan Budaya Takbenda

Tanggal penerimaan formulir : -
Tempat penerimaan formulir : -
Nama petugas penerimaan formulir : -

Nama Lembaya Budaya

Nama lembaga : -

Nama SDM Kebudayaan

Nama lembaga : -

Deskripsi Singkat

WBTb

Nama Lainnya : Bahasa Sigulai

Bahasa Sigulai merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi dalam masyarakat di 3 kecamatan di Kabupaten Simeulue, meliputi: Alafan, Salang, dan Simeulue Barat. Bahasa ini dipakai dalam aktivitas sehari-hari seperti di pasar, di rumah, di lingkungan pengajian, dalam penyelenggaraan upacara adat dan sebagainya. Belum ada catatan sejarah yang rinci tentang asal usul Bahasa Sigulai, namun masyarakat setempat meyakini bahwa kedatangan bahasa yang digunakan oleh masyarakat etnis Sigulai ini sama dengan proses datangnya bahasa Haloban, Lekon, Devayan, Nias dan Mentawai. Artinya Bahasa Sigulai itu datang bersama datangnya masyarakat dari luar pulau Simeulue, menetap, berbaur serta berasimilasi sehingga menghasilkan satu bahasa baru yang khas di kawasan 3 kecamatan dimaksud. Sejarah menunjukkan bahwa Pulau Simeulue merupakan salah satu kawasan perdagangan rempah di Aceh. Pada masanya kondisi ini menyebabkan Simeulue banyak disinggahi banyak orang dari berbagai daerah. Hal ini juga mengindikasikan tingginya pencampuran berbagai suku yang lambat laun melahirkan suku lainnya. Salah satunya adalah Suku Sigulai dengan Bahasa Sigulainya. Dengan demikian, sejalan dengan pendapat budayawan dan sejarawan setempat, dapat disimpulkan bahwa Bahasa Sigulai ini muncul di masa kejayaan rempah di nusantara, khususnya di Pulau Simeulue, yaitu antara abad XVI-XVII. Namun tentu diperlukan kajian yang lebih mendalam untuk memastikan simpulan ini. Namun yang pasti 3 generasi di atas generasi saat ini dapat dipastikan memang menggunakan Bahasa Sigulai sebagai alat komunikasinya. Hal ini dapat dibuktikan melalui syair-syair dan cerita rakyat yang banyak dilantunkan dalam Bahasa Sigulai, meskipun generasi muda saat ini sudah jarang yang menguasainya. Contoh Kalimat: - Ola jam 12 khekheluo, marni dakhuk nae yu toba (Sudah pukul 12.00 siang, Marni masihjuga belum bangun) - Adi dakhuk di perna manginu minuman keras (Adi tidak pernah minum minuman keras) - Erna afe nafe nafe ni mondi ha geloa (Erna dan teman-temannya mandi di sungai) - Ha libur panjang e karajoni manga afe melek amak (Libur panjang kerjanya hanya makandan tidur saja) Kondisi faktualnya, karena jumlah penuturnya yang terbatas, hanya di 3 kecamatan saja, bahasa ini rentan terhadap ancaman kepunahan. Oleh sebab itu, Bahasa Sigulai perlu segera dilindungi keberadaannya dan diselamatkan dari kepunahan dengan memastikan eksistensipenutur bahasa Sigulai itu. Balai Bahasa Provinsi Aceh pun belum memiliki data konkret baik berupa data maupun naskah kajian, karena menurut keterangan Tim Teknis Balai Bahasa Provinsi Aceh, lembaga tersebut konsen terhadap Bahasa Indonesia. Justru penetapan WBTb Indonesia nantinya akan menjadi dokumen sakti untuk menyelamatkan bahasa tersebut dari kepunahan dan melaksanakan aksi nyata penyelamatan bahasa tersebut.