Loading

Informasi OPK

Tingkatan Data : Kabupaten
Tahun pendataan : 16 October 2025
Tahun verifikasi dan validasi : 16 October 2025
Entitas kebudayaan : OPK
Kategori : Seni

Detail OPK

Jenis Seni Rupa : Seni Pertunjukan
Jumlah Publikasi : -
Media Pembuatan : -
Teknik Pembuatan : -
Tahun Penciptaan : -

Deskripsi Singkat

WBTb

Nama Lainnya : Dikee pam panga

Dikee Pam lahir pada tahun 1951 di Gampong (Desa) Tuwi Eumpeuk Kecamatan Panga Kabupaten Aceh Jaya berkat kreasi dari Tgk. Hamzah (meninggal 1978). Sejak dari pertama sekali diciptakan hingga saat ini, kelompok yang menekuni dan melestarikan Dikee Pam ini hanya ada di Tuwi Eumpeuk. Seniman yang menekuni Dikee Pam ini berhimpun dalam Sanggar Aneuk Nanggroe. Menurut Tgk. Marwan yang pernah menjadi ketua Sanggar Aneuk Nanggroe sejak 1997 sampai 2018 dan saat ini sebagai orang yang dituakan di Sanggar tersebut, alasan mengapa Dikee Pam hanya ada di Tuwi Eumpeuk karena tidak adanya permintaan dari Sanggar atau Seniman dari luar Tuwi Eumpeuk untuk diajarkan Dikee Pam tersebut. Pada dasarnya, masyarakat Tuwi Eumpeuk, khususnya Sanggar Aneuk Nanggroe tidak keberatan bila Dikee Pam berkembang keluar desa mereka. Mereka siap mengajarkan Dikee Pam keluar komunitasnya bila ada permintaan. Pada mulanya, Dikee Pam merupakan ritual memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam rangka memperingati maulid Nabi, Dikee Pam ini awalnya adalah Dikee Molod (ritual pembacaan shalawat, khususnya versi kitab Barzanji, dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW) sebagaimana umumnya berkembang di seluruh wilayah pesisir Aceh, baik pesisir Timur maupun pesisir Barat. Dalam perkembangannya, Dikee Pam bertransformasi dari hanya dilakukan dalam rangka perayaan Maulid Nabi menjadi sekaligus seni pentas yang ditampilkan dalam berbagai kesempatan, seperti acara perkawinan, acara-acara resmi pemerintah dan festival kebudayaan. Perubahan ini mulai terjadi sejak tahun 1978 yang diinisiasi oleh Tgk. Hanafiah (meninggal pada Tsunami 2004 dalam usia 60 tahun). Di antara penampilan Dikee Pam yang paling signifikan dan berkesan pada para pegiatnya adalah penampilan pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) di Banda Aceh mewakili Kabupaten. Penampilan pertama mereka di ajang PKA terjadi pada tahun 2004. Hingga kini Dikee Pam sudah dipentaskan di tiga PKA, mewakili Kabupaten Aceh Jaya. Bagian-bagian Dikee Pam Ada 16 likok (varian gerak) dalam Dikee Pam, namun yang pokok adalah dua varian, yang pertama adalah salam, yaitu sapaan dan penghormatan ketika memulai tari, dan yang kedua adalah pam, yaitu rangkaian gerak yang ada bagian merebahkan tubuh. Dua bagian pokok itu wajib ada, sementara sisanya yang empat belas bagian lagi disesuaikan dengan keadaan atau keperluan pentas. Gerakan dalam Dikee Pam tidak pernah berhenti. Penarinya senantiasa bergerak sepanjang pementasan. Tidak ada jeda untuk menandai perubahan bagian gerak seperti halnya pada tarian Saman. Ketika fungsi Dikee Pam sebagai media berselawat dalam rangka merayakan kelahiran Nabi Muhammad, lama pementasan dari tarian ini adalah antara 2,5 sampai 3 jam. Akan tetapi ketika Dikee Pam dipertunjukkan sebagai seni tari maka lama pementasannya berkisar antara 10 sampai 15 menit. Batasan 10 atau 15 menit sendiri sebenarnya bukan durasi yang ideal buat pementasan Dikee Pam, melainkan permintaan panitia atau pelaksana acara yang mengundang penari ini, seperti panitia festival dan panitia seremoni dari pemerintah kabupaten. Akibat pembatasan durasi tampil dari panitia atau tuan rumah, maka penari terpaksa menghilangkan beberapa bagian tari dalam penampilannya. Dikee Pam sebagai seni tari atau pentas yang sebenarnya memiliki 16 bagian, menjadi terbiasa hanya membawakan 8 bagian saja, atau separuh dari bagian tari. Kondisi ini menjadi ancaman tersendiri terhadap kelestarian tari ini. Penari Dikee Pam sekarang karena terbiasa dengan penampilan 8 bagian, dengan durasi 10 menit, juga lebih fokus dengan 8 bagian ini dan praktis melupakan 8 bagian lainnya. Kedudukan dan fungsinya dalam Masyarakat a. Ritual Dikee Pam memiliki fungsi ritual dalam rangka perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam rangka perayaan mauled Dikee Pam biasanya Dikee Pam di laksanakan di lingkungan Meunasah (Musalla kampong tempat dilaksanakan pembelajaran belajar membaca al-Qur;an dan pengetahuan dasar agama, Shalat jamaah, serta musyawarah kampung). b. Seni Dikee Pam juga merupakan sejenis seni yang dipentaskan guna menghibur para penikmatnya. Kedudukannya sebagai suatu jenis tari dan dipentaskan untuk memberi fungsi hiburan terjadi pada generasi kedua pelaku Dikee Pam, disekitar tahun 1971. Sebagai seni pentas, Dikee Pam ditampilkan pada acara perkawinan, festival, acara pemerintahan dan undangan-undangan lainnya. Pemain/Pelaku Dalam setiap pementasannya Dikee Pam menampilkan dua orang Radat. Radat ini adalah pemain yang bertugas mendendangkan syair-syair dalam Dikee Pam. Posisi kedua Radat ini adalah berdiri secara bersisian dengan memghadap ke arah penari. Fungsi Radat ini adalah sama seperti Syech dalam berbagai jenis tarian Aceh lainnya. Disamping dua orang Radat ini, Dikee Pam ini ditarikan oleh 16 orang penari yang seluruhnya laki-laki. Dua diantara enam belas penari ini juga berfungsi sebagai Pengapet. Peran pengapet ini, di samping memimpin dalam membentuk formasi dan memeragakan berbagai gerak juga untuk mengucapkan syair-syair pendukung. Syair, disamping didendangkan oleh Radat, juga diperkuat oleh penari. Ada bagian syair yang disuarakan oleh penari dengan dipimpin oleh Pengapet ini. Jadi secara keseluruhan ada delapan belas pemain dalam setiap pementasan Dikee Pam.